Interpelasi untuk Rakyat atau untuk Dewan..?

PAMEKASAN HEBAT - Lembaga DPRD Pamekasan pada 15 Juni 2020 resmi menyetujui usulan interpelasi sebagian anggota legislatif itu kepada Pemkab Pamekasan tentang realisasi program bantuan mobil sehat yang merupakan program prioritas Bupati Baddrut Tamam. Keputusan menggunakan hak interpelasi ini setelah melalui proses rapat yang alot dan diwarnai aksi wark out fraksi, dalam hal ini adalah Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).

Wajar, jika PKB menolak keras atas upaya mempermasalahkan bantuan mobil sehat yang memang merupakan program prioritas Bupati Baddrut Tamam dan Wakilnya Raja'e tersebut, karena partai ini merupakan pengusung utama pasangan Berbaur (Baddrut Tamam-Raja'e) saat maju sebagai pasangan calon pada Pilkada 2018 lalu. Bagi F-PKB, mempermasalahkan program prioritas "Berbaur" adalah sama dengan berupaya menggagalkan realisasi program tersebut. Padahal, mobil sehat kini sangat dibutuhkan, apalagi di era pandemi Virus Corona (COVID-19) seperti sekarang ini.

Namun, menurut anggota Fraksi PKB Zainal Abidin, yang menjadi alasan pokok PKB menolak penggunaan hak interpelasi anggota dewan, bukan semata-mata karena pengusung pasangan "Berbaur", akan tetapi pengajuan hak interpelasi dianggap cacat hukum, lantaran ada tahapan yang tidak dilalui oleh inisiator hak interpelasi tersebut. Sehingga, jika penggunaan hak interpelasi itu dilanjutkan, maka hasilnya juga akan cacat secara hukum. Apalagi yang menjadi pembahasan adalah berkenaan dengan kepentingan masyarakat Pamekasan secara umum.

Bahkan, mantan Kepala Bappeda Pemkab Pamekasan dalam keterangan persnya di sejumlah media menuding, bahwa rapat pengajuan hak interpelasi itu terkesan dipaksakan. Tahapan yang tidak dijalankan dalam proses pengajuan hak interpelasi tersebut, mengenai penyertaan alasan interpelasi yang diajukan kepada pimpinan dan sekretaris DPRD, berikut materi interpelasi.

Selain itu, dalam tata tertib (tatib) DPRD Pamekasan Nomor 1 Tahun 2019 juga dijelaskan bahwa pengajuan hak interpelasi diajukan kepada pimpinan DPRD dengan terlebih dahulu ditandatangani oleh pengusul serta disertai nomor pokok dan tanggal oleh sekretariat. Usul tersebut memuat paling sedikit tentang kebijakan Pemkab dan alasan yang akan dimintai keterangan. Tatib ini, merupakan turunan dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 12 Tahun 2018 Pasal 70 tentang Pedoman Penyusunan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Kabupaten, dan Kota, yang isinya sama.

Namun versi berbeda juga disampaikan oleh salah Ketua Fraksi Madani (gabungan dari PBB, Golkar, PAN dan Partai Nasdem) Hamdi. Politikus PBB ini membantah adanya tahapan yang tidak dilalui. Hanya saja, PKB meminta agar proses itu dimulai dari awal lagi, dengan alasan, karena tidak disertakan dokumen saat pengajuan. PKB meminta untuk dikaji dulu, tapi pengusul interpelasi tidak mau, dan forum rapat yang dipimpin oleh Ketua DPRD Pamekasan dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu akhirnya menyetujui usulan penggunaan hak interpelasi tersebut.

Dua Usulan
Usulan penggunaan hak interpelasi terhadap Pemkab Pamekasan oleh sebagian anggota DPRD Pamekasan ini, sebenarnya bukan hanya satu, akan tetapi dua usulan, yakni pertama, tentang realisasi program mobil sehat, dan kedua, tentang penggunaan dana COVID-19. Namun dalam perkembangannya, yang terus berlanjut, hanya tentang realisasi program mobil sehat Bupati Baddrut Tamam dan Raja'e. Sedangkan anggaran penanganan COVID-19 tidak berlanjut.

Sebelum, para pengusung hak interpelasi mengendus ke sejumlah media lokal di Pamekasan, bahwa materi interpelasi pada dua hal, yakni mobil sehat dan anggaran COVID-19. Rupanya, dalam perkembangannya, para pengusung interpelasi ini menyadari, bahwa mempersoalkan dana COVID-19 adalah sama dengan mempersoalkan ketua dewan itu sendiri, karena Ketua DPRD Pamekasan Fathor Rohman juga sebagai anggota Tim Satgas COVID-19.

Kalaupun kasus anggaran COVID-19 dari refocusing APBD 2020 itu tetap diajukan dalam penggunaan hak interpelasi sebagaimana pada realisasi program bantuan mobil sehat tersebut, maka Ketua DPRD Pamekasan Fathor Rohman selalu pemegang otoritas keputusan dalam persidangan tersebut tidak mungkin menyetujui usulan anggotanya untuk mempersoalkan dirinya yang juga anggota Satgas COVID-19 Pemkab Pamekasan.

Netral dan Tak Netral
Sebagai fraksi yang kadernya ditunjuk memegang kendali dalam menetapkan keputusan di lembaga legislatif, Fraksi PPP tentu tak ingin menampakkan wajah yang cenderung berat sebelah, yakni antara yang menolak dan menyetujui penggunaan hak interpelasi.

Mendukung interpelasi realisasi bantuan mobil sehat "Berbaur", tapi menolak interpelasi transparansi penggunaan dana COVID-19 adalah sama halnya dengan mengumumkan kepada publik bahwa fraksi ini hanya ingin mempermasalahkan pihak lain yang dinilai bermasalah, akan tetapi tidak mau dirinya dipersoalkan meskipun juga dinilai bermasalah.

Maka disinilah Fraksi PPP berupaya mengambil jalan tengah dengan tidak mengambil keputusan apapun terkait usulan interpelasi ini yang oleh Ketua DPRD Pamekasan Fathor Rohman disebut "netral" dan "tidak netral".

"Netral" dimaksudkan bagi fraksi secara kelembagaan, dan "tidak netral" dimaksudkan kepada personel anggota fraksi yang bebas menentukan, untuk mendukung atau menolak usulan interpelasi realisasi program mobil sehat Bupati Baddrut Tamam dan Wakilnya Raja'e. Tentunya, sikap ini setelah semua anggota Fraksi PPP sepakat untuk tidak mempersoalkan penggunaan COVID-19 yang itu berarti juga mempersoalkan dirinya sebagai Wakil Ketua Satgas COVID-19 Pemkab Pamekasan.

Drama Legislator..?
Penggunaan hak intepelasi anggota dewan, merupakan hal politik wakil rakyat yang duduk di lembaga legislatif. Hak untuk meminta keterangan kepada pemerintah mengenai kebijakan pemerintah yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat dan bernegara, sebagai diatur dalam penjelasan Pasal 27A, UU Nomor 22 Tahun 2003.

Mekanismenya adalah, sekurang-kurangnya diajukan oleh 13 orang anggota dewan. Dalam konteks DPRD Pamekasan konon telah diusulkan oleh 20 orang dari total 45 anggota DPRD. Artinya dari sisi syarat administratif dan konstitusional sudah memenuhi prasyarat yang telah ditetapkan.

Tapi yang menjadi persoalan terkait interpelasi di DPRD Pamekasan, ternyata hanya masalah komunikasi lintas sektor saja, yakni, karena tidak semua anggota dewan berada di Badan Anggaran dan Badan Musayawarah. "... Intinya, ada ketidak puasan, karena di DPRD itu tidak semuanya di banggar, dan tidak semuanya di bamus,”. Demikian, Ketua DPRD Pamekasan Fathor Rohman, seperti dilansir portalmadura.com, Senin (15/6/2020).

Jika mengacu kepada petikan pernyataan Ketua DPRD Pamekasan ini, maka substansi yang dipersoalkan sebenarnya bukan pada substansi yang memiliki dampak luas pada kehidupan bermasyarakat dan bernegara, akan tetapi karena faktor ketidak puasan akibat komunikasi lintas sentor di lembaga DPRD yang tersumbat.

Ketika pernyataan Ketua DPRD Pamekasan ini menjadi dasar analisis dalam upaya gerakan politik interpelasi, maka wajar apabila ada sebagian media massa yang mengendus bahwa usulan hak interpelasi tersebut adalah sebuah "drama", seperti yang dilansir koranmadura.com. Media ini pada 11 Juni 2020 malah menerbitkan laporan berita berjudul "Menanti Drama Hak Interpelasi Kepada Bupati, Ditolak atau Digolkan".

Maka yang perlu dipertanyakan, benarkah penggunaan hak interpelasi itu untuk kepentingan rakyat, dan masyarakat luas di Kabupaten Pamekasan, atau untuk kepentingan sebagian anggota dewan yang tidak terwakilkan di Bamus dan Banggar?

(Disarikan dari hasil diskusi rutin terbatas oleh Komunitas Pena Pamekasan berjudul "Interpelasi di saat Pandemi COVID-19" di Pamekasan pada 15 Juni 2020)

Posting Komentar

0 Komentar